Senin, 22 Desember 2014

pendekatan SETS



Pendekatan SETS
I.            PENGERTIAN
Pendekatan SETS harusmemberikankepadasiswapengetahuan yang sesuaidengantingkatanpendidikannya.Isi pendidikan SETS diberikansesuaidenganhasilpendidikan yang ditargetkan.Hubungan yang tepatantara SETS dalampembahasannyaadalahketerkaitanantaratopikbahasandengankehidupansehari-harisiswa.
Sasaranpengajaran SETS adalahcaramembuatsiswa agar dapatmelakukanpenyelidikanuntukmendapatkanpengetahuan yang berkaitandenganSains, lingkungan, teknologidanmasyarakat yang berkaitan. Dengan kata lain, siswadibawapadasuasana yang dekatdengankehidupannyatasiswasehinggadiharapkansiswadapatmengembangkanpengetahuan yang telahmerekamilikiuntukdapatmenyelesaikanmasalah-masalah yang diperkirakanakantimbul di sekitarkehidupannya.
            Pendidikan SETS padahakikatnyaakanmembimbingsiswauntukdapatberfikir global danbertindaklokalmaupun global dalammemecahkanmasalah yang dihadapisehari-hari.
Unsur-unsur SETS tidakdapatdipisahkansatusama lain. Di dalambidangpendidikan, yang khususnyamenjadifokusadalahsains.Dengansainssebagaifokusperhatian, guru dansiswa yang menghadapipelajaransainsdapatmelihatbentukketerkaitandariilmu yang dipelajari (sains) denganunsur lain dalam SETS.
            Jadidapatdipahamibahwamelaluipendekatan SETS, siswadiajakuntukmengenalteknologi, danmenganalisisdampakbaikpositifmaupunnegatifdariteknologitersebut. Padaakhirnyasiswadiharapkanmampumenerapkankonseptenologidanpengetahuan yang telahdidapatnyadalamkehidupansehari-hari.
II.            Tahap-tahapPendekatan SETS 
a.       Tahapinvitasi 
b.      Tahapeksplorasi
c.       Tahapsolusi
d.      Tahapaplikasi

III.            Kelebihan SETS
Menurut Ismail pendekatan SETS memilikikeunggulansebagaiberikut.
a. Menghindarimateri oriented dalampendidikantanpatahumasalah-masalahdimasyarakatsecaralokal, nasional, maupuninternasional.
b. Mempunyaibekal yang cukupbagipesertadidikuntukmenyongsong era globalisasi
c. Membekalipesertadidikdengankemampuanmemecahkanmasalah-masalahdenganpenalaransains, lingkungan, teknologidanmasyarakatsecara integral baik di dalamataupun di luarkelas.
d. Pengajaransainslebihbermaknakarenalangsungberkaitandenganpermasalahan yang muncul di kehidupankesehariansiswatentangperanansainsdalamkehidupannyata.
e. Meningkatkankemampuansiswauntukmengaplikasikankonsep, keterampilan, proses, kreativitas, dansikapmeghargaiprodukteknologisertabertanggungjawabatasmasalah yang muncul di lingkungan.
f. Kegiatankelompokdapatmemupukkerjasamaantarsiswadansikaptoleransidansalingmenghargaipendapatteman
g. Mengaplikasikansuatugagasanataupenciptaansuatukarya yang dapatbermanfaatbagimasyarakatmaupunbagiperkembangansainsdanteknologi. DengandemikianpendekatanSETS dapatmembantusiswadalammengetahuisains, teknologi yang digunakannyasertaperkembangansainsdanteknologidapatberpengaruhterhadaplingkungandanmasyarakat.



teori belajar



A.     TEORI BEHAVIORISTIK 
1.      Pengertian belajar menurut pandangan teori behavioritik          
            Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubuhan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Stimulus dan respon semuanya harus dapat diamti dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadinya tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah suatu  bentuk stimulus yang diberikan untuk memungkinkan terjadinya respon.
2.      Teori belajar menurut Thorndike
Belajar adalah interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang ditangkap melalui alat indra. Respon yaitu reaksi yang dimunculkan pesrta didik ketika belajar, yang berupa pikiran, perasaan, atau tindakan. Perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar dapat berwujud kongkrit yaitu dapat diamati, atau tidak kongkrit yaitu tidak dapat diamati.
3.      Teori belajar menurut watson
Belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon yang berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur.
4.      Teori belajar menurut skinner
Hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkugannya, yang kemudian akan menimbulkan tingkah laku. Untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar, perlu memahami hubungan antara stimulus dan respon yang mungkin dimunculkan sebagai akibat dari repon tersebut.  

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal, seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Tujuan pembelajaran ditekankan pada penambhan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis atau tes. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, aktivitas belajar didasarkan pada buku teks/buku wajib.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran.
Langkah – langkah pemeblajaran yang berpijak pda teori behavioristik yang dikemukakan oleh Siciati dan Prasetya Irawan (2001) yang digunakan dalam merancang pembelajaran.
1.      Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2.      Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi kemampuan awal siswa.
3.      Menentukan materi pelajar.
4.      Memecahkan materi pelajaran menjadi bagian-bagian kecil, meliputi pokok bahasa, sub pokok bahasan, topik, dsb.
5.      Menyajikan materi pelajaran.
6.      Memberikan stimulus berupa pertanyaaan baik lisan maupun tertulis, tes/kuis, latihan, atau tugas-tugas.
7.      Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan siswa.
8.      Memberikan penguatan/ reinforcement,
9.      Memberikan stimulus baru.
10.  Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan siswa.
11.  Memberikan pengetahuan lanjutan atau hukuman.
12.  Evaluasi hasil belajar.

B.      TEORI BELAJAR KONTRUKTIVISTIK
1.      Karakteristik manusia masa depan yang diharapkan
Karakteristik manusia masa depan yang dikehendaki adalah manusia-manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab, terhadap resiko dalam mengambil keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang terus menerus untuk menemukan diri sendiri dan menjadi diri sendiri yaitu suatu proses (to) learn to be.
      Penerapan ajaran tut wuri handayani merupakan wujud nyata yang bermakna bagi manusia masa kini dalam rangka menjemput masa depan. Pendidikan ditantang untuk memusatkan perhatian pada terbentuknya manusia masa depan yang memiliki karakteristik di atas.
2.      Kontruksi pengetahuan
Menurut pendekatan kontruktivistik, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari melainkan sebagai kontruksi kognitif seseorang terhadap obyek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.
Manusia dapat mengetahuan sesuatu dengan megguanakan indranya. Melalui interaksi dengan obyek dan lingkungan, misalnya melihat, mendengar, menjamah, membau atau merasakan, seseorang dapat mengetahui sesuatu. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya, penegtahuan, pemahamannya akan objek dan lingkungannya akan meningkat dan lebih rinci.
Faktor-faktor yang juga mempengaruhi proses mengkontruksikan pengetahuan adalah kontruksi pengetahuan seseorang yang telah ada, domain pengalaman, dan jaringan struktur kognitif yang dimilikinya. Pengalaman akan fenomena yang baru menjadi unsur penting dalam membentuk dan mengembangkan pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki tersebut akan membentuk suatu jaringan struktur kognitif dalam dirinya.
3.      Proses belajar menurut teori kontruktivistik
Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas. Pemberian makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu tersebut tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa melainkan melalui interaksi dalam jaringan sosal yang unik baik didalam kelas maupun di luar kelas. Oleh sebab itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memproses gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai, ijasah, dan sebagainya.
Peran siswa, ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang harus dipelajari.
Peran guru, guru berpera membantu agar proses pengkontruksian pengetahuan oleh belajar siswa berjalan dengan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siwa untuk membentuk pengetahunnya sendiri.
Sarana belajar: peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas siswa dalam mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. Meliputi: media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberikan kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesutu yang dihadapinya.
Evaluasi belajar, evaluasi kontruktivistik dapat diarahkan pada tugas-tugas autentik, mengkontruksikan pengetahuan yang menggambarkan proses berpikir yang lebih tinggi seperti tingkat “penemuan” pada taksonomi merrill atau :strategi kognitif” dari Gagne, serta :sintesis” pada taksonomi blomm.
Perbandingan pembelajaran tradisional ( behavioristik) dan pembelajaran kontruktivistik
Pembelajaran tradisional
Pembelajaran kontruktivistik
1.      Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju keseluruh dengan menekankan pada ketrampilan-ketrampilan dasar.
1.      Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan menuju ke bagian-bagian, dan lebih mendekatkan pada konsep-konsep yang lebih luas.

2.      Pembelajaran sangat taat pada kurikulum yang telah ditetapkan.
2.pembelajaran lebih   menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide siswa

3.      Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada buku teks dan buku kerja
3.kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada sumber-sumber data primer dan memanipulasi bahan.

4.      Siswa di pandang sebgai “kertas kosong” yang dapat digoresi informasi oleh guru, dan guru-guru pada umumnya menggunkan cara-cara didaktik dalam menyampaikan informasi kepada siswa.

     4.siswa dipandang sebagai pemikir-    pemikir yang dapat memunculkan teori-teori tentang dirinya.
5.      Penilaian hasil belajar atau penegtahuan siswa dipandang sebagai bagian pembelajaran, dan biasanya dilakukan pada akhir pelajran dengan cara testing.
  5.pengukuran proses dan hasil belajar siswa terjalin di dalam kesatuan kegiatan pembelajaran dengan cara guru mengamati hal-hal yang sedang dilakukan siswa, serta melalui tugas-tugas pekerjaan.


C.      TEORI BELAJAR HUMANISTIK
1.      PENGERTIAN BELAJAR MENURUT TEORI HUMANISTIK
Menurut teori humanistik , proses belajar harus dimulai dan ditunjukkan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. teori ini berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan asal tujuannya untuk memansiakan manuia yaitu mnecapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optmal
2.      Pandangan kolb terhadap belajar
a.       Tahap pengalaman konkret
Pada tahap awal dalam peristiwa belajar adalah seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana adanya.
b.      Tahap pengamatan aktif dan reflektif
Tahap kedua dalam peristiwa belajar adalah bahwa seseorang makin lama akan semakin mampu melakukan observasi saecra aktif terhadap peristiwa yang dialaminya.
c.       Tahap konseptualisasi
Seseorang sudah mulai berupaya unntuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesutu yang menjadi objek perhatiannya.
d.      Tahap eksperimentasi aktif
Pada tahapan ini seseorang sudah mampu mengaplikasikan, konsep-konsep, teori-teori, aturan-aturan ke dalam situas nyata.

Tahap-tahap ini sebagai suatu siklus yang berkesinambungan dan berlangsung diluar kesadaran orang yang belajar.

3.      Pandangan bloom dan krathwohl terhadap belajar
a.       Domain kognitif
1)      Pengetahuan (mengingat, menghafal)
2)      Pemahaman (menginterprestasikan)
3)      Aplikasi (enggunkan konsep untuk memecahakan masalah)
4)      Analisis (menjabarkan suatu konsep)
5)      Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh)
6)      Evaluasi (membandingkan nilai-nilai, ide-ide, metode, dsb)
b.      Domain psikomotorik
1)      peniruan(menirukan gerak)
2)      penggunaan(menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
3)      ketepatan( melakukan gerak dengan benar)
4)      perangkaian ( melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar)
5)      naturalisasi(melakukan gerak secara wajar)
c.       Domain afektif
1)      pengenalan
2)      merespon
3)      penghargaan
4)      pengorganisasian
5)      pengalaman

4.      aplikasi teori belajar humanistik dalam kegiatan pembelajaran
langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh suciati dan prastya irawan (2001):
1.      menentukan tujuan-tujuan pemeblajaran
2.      menentukan materi pelajaran
3.      megidentifikasi kemampuan awal
4.      mengidentifiksi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secra aktif melibatkan diri atau mengalami dalam belajar.
5.      Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran.
6.      Membimbing siswa belajar secra aktif.
7.      Membimbing siswa untuk memahami hakikat makna dari pengalaman belajarnya.
8.      Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman beajarnya.
9.      Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konseo baru kesituasi nyata
10.  Mengevaluasi proses dan hasil belajar.

Sumber : Budiningsih asri.2012.Teori Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: PT
                    rineka cipta